KASUS LAPORAN KEUANGAN
PT. KIMIA FARMA Tbk.
PT Kimia
Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan
penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik
negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan
itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan
Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan
diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar
di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun
kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut
mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah
dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar.
Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan
laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada
publik.
Setelah dilakukan audit ulang, pada laporan
keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar,
atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang
dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan
berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik
Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada
unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1
miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan
persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan
digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua
buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3
Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya
dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per
31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan
adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda
tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga
tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa
KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar
audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP
tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian
Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses
divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi
penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada
semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam
No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m
– Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar,
sebagai berikut:
Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan
perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan
interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi
atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan
penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan
sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian
sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan
apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan
masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan
tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64
Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di
Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi
administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal, maka:
- Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002
diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk
disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan
atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
- Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku
auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena
atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan
laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun
telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP
HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan
Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung
Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan
Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut
dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan
pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan
pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma
Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan
akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena
akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001
dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum
menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Tapi setelah audit
interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan
pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar
modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat
Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para
akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam
kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun
buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik
bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa
dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam
UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan,
selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah
melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka
auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa
setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang
melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian
kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan
pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa
mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik.
Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi
laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang
diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti
melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba
bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001.
Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated)
hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara
itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti
diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba
bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah
terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih
2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit
ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni
2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans
Tuanakotta & Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma
juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika
nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu
dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk
pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia
Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus
laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung
jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan
laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai
kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001
dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan
itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang
menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara
lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau
memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena
laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti
diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132
miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha
Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan
laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu
Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated)
laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih
Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk
penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham
Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut,
akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai
lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas
manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas
dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi
yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair.
Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan
laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis
yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan
yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya
praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.
PEMBAHASAN
KASUS :
Pelanggaran yang
telah dilakukan oleh KAP Hans Tuanakotta and Mustofa
dan Sdr. Ludovicus Sensi W adalah melanggar prinsip dasar etika
profesi akuntansi terutama integritas, kepentingan publik dan perilaku
profesional. Risiko ini berdampak
pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus
menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan
pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang
terburuk adalah kemungkinan ditutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut
Berdasarkan
kasus yang terjadi didalam PT. Kimia Farma dapat disimpulkan bahwa telah
terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi akuntansi yang berpengaruh
terhadap prinsipnya diantaranya sebagai berikut :
1.
Kepentingan
Publik
Atas
kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, seorang akuntan harus secara terus
menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Dalam hal ini, akuntan didalam PT. Kimia Farma telah mengorbankan kepentingan
public demi kepentingan mereka semata. Dengan kesalahan penyajian pada laporan
keuangan PT. Kimia Farma, menyebabkan pengambilan keputusan yang salah bagi
para investor.
2. Integritas
Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Namun, PT.
Kimia Farma terbukti tidak jujur dalam menyusun laporan keuangannya. Sehingga
telah melanggar prinsip kode etik akuntansi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
3.
Perilaku
Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Dalam
hal ini, pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan PT. Kimia Farma
pada tahun 2002 telah berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan
reputasi perusahaan yang buruk. Bukan hanya itu saja, kinerja profesionalisme
dari seorang auditor pada PT. Kimia Farma pun dapat merusak reputasi mereka
selaku auditor karena resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut,
meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
SARAN
Seharusnya akuntan publik bertindak
secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan
melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dikarenakan
jika auditor tidak melaksanakan tugasnya dengan baik maka resiko yang terjadi
seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan auditor,
penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan
ditutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut